Sayalah yang Diajari

Karena melihat kegiatan saya sehari-hari, banyak yang menyebut saya sebagai ‘pengajar yoga’. Meskipun senang sekali rasanya diberi titel itu, harus saya akui bahwa sebenarnya istilah tersebut tidak tepat. Yang sebenarnya terjadi adalah yoga yang mengajari saya. Terus-menerus, setiap hari, tentang berbagai hal. Yoga adalah guru saya, dan yang saya lakukan hanya mengenalkannya pada orang-orang lain.

Saya ingat sekali hal pertama yang diajarkan yoga kepada saya. Kejadiannya beberapa tahun yang lalu, saat saya baru berkenalan dengan Bikram Yoga.

Seperti orang-orang yang baru berkenalan dengan Bikram Yoga, saya merasa sangat tersiksa di dalam ruangan bersuhu panas (banget) tersebut. Saya merasa udara di sekitar saya menjadi sangat tipis dan sulit untuk dihirup, membuat sesak napas. Belum lagi butiran-butiran keringat yang jadi berhamburan tanpa henti. Setelah 90 menit itu berlalu, saya selalu buru-buru meneguk air minum yang sudah saya siapkan. Dengan rakus, tentunya. Ini saya anggap wajar, karena para peserta lainnya pun saya lihat juga melakukan hal yang sama.

Yang membuat saya kaget adalah ketika saya melakukan ‘pembersihan’ dompet dari kertas-kertas bon setelah beberapa minggu rutin mengikuti kelas Bikram Yoga. Tiba-tiba saya menemukan banyak sekali bon pembelian buah. Wow, tingkat konsumsi buah-buahan saya ternyata meningkat cukup drastis sejak saya merutinkan Bikram Yoga. Padahal, sebagai tipikal pekerja kantoran (apalagi saat itu saya tidak tinggal bersama orang tua), saya samasekali tidak berniat menyehatkan pola makan saya. Terlalu merepotkan.

Tiba-tiba saya menemukan banyak sekali bon pembelian buah.

Di satu sisi, saya bersyukur saat menemukan bon-bon tersebut. Ternyata–tanpa saya sadari–saya cukup banyak menyantap makanan berserat. Tapi justru karena semua itu berjalan secara hampir auto-pilot, saya malah jadi penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi? Masa iya sih Bikram Yoga sesakti itu?

Saya pun jadi lebih memperhatikan apa yang saya lakukan mulai dari saat saya memasuki ruangan studio, perasaan saya saat berlatih, dan setiap menit yang berlalu setelah saya meninggalkan tempat tersebut. Memang benar semua terjadi seperti secara otomatis. Bagai memiliki pemikiran sendiri, badan saya hampir selalu ‘meminta’ buah-buahan setiap saya selesai melakukan Bikram Yoga. Otak saya selalu langsung membayangkan betapa seksinya semangkuk semangka, pisang, jeruk, kiwi, dan buah-buahan segar lainnya. Sesuatu yang jarang sekali terjadi sebelumnya.

Post-Workout Nutrients

Ternyata fenomena ini ada penjelasan ilmiahnya, dan dari sinilah saya jadi belajar tentang post-workout meals/food. Silakan baca lebih detail seputar nutrisi pasca olah raga di sini: [link].

Sesi Bikram Yoga yang menguras keringat ternyata membuat tubuh saya kehilangan banyak elektrolit. Tubuh saya mencoba ‘mengkomunikasikan’ hal ini dengan cara meminta asupan buah-buahan terus-menerus. Selain itu, rasa manis buah yang bersumber dari fruktosa dan glukosa juga efektif untuk mengembalikan energi saya. Berbagai antioksidan di dalamnya pun sangat bermanfaat bagi tubuh saya setelah berolah raga.

Inilah titik awal yang membuat saya merasa banyak diajari oleh yoga. Meskipun awalnya samasekali tidak berniat mengatur pola makan, akhirnya saya ‘dipaksa’ untuk mengonsumsi banyak buah-buahan hanya karena saya menambahkan yoga dalam rutinitas mingguan.

…untuk bisa memahami tubuh saya, saya harus bisa menjadi teman bicara yang menyenangkan baginya.

Saya sebenarnya kurang bisa menjabarkan secara sistematis. Berdasarkan apa yang sudah saya alami, ketika beryoga saya ‘dipaksa’ untuk memperlakukan tubuh saya dengan seharusnya. Saya ‘dipaksa’ menghormati kodrat setiap serat otot di dalam tubuh saya yang tercipta sehat, kuat, dan lentur. Ketika saya memperlakukan tubuh saya sesuai dengan peruntukannya, tubuh saya merasa lebih didengar. Ketika tubuh saya merasa didengar dan dimengerti, justru ia menjadi semakin ‘bawel’ dan suaranya semakin jelas di ‘telinga’ saya. Dan ternyata, tubuh saya meminta asupan nutrisi yang sehat.

Mungkin mirip seperti kita yang merasa enggan untuk cepat-cepat mengakhiri pembicaraan dengan teman bicara yang menyenangkan. Rasanya kita rela mencari-cari topik baru untuk dibahas, hanya supaya pembicaraan tersebut tidak lekas berakhir. Inilah salah satu dari banyak hal yang diajarkan oleh yoga kepada saya: untuk dapat memahami tubuh saya, saya harus bisa menjadi teman bicara yang menyenangkan baginya.


Anyway, salah seorang sahabat saya yang sama-sama meramaikan Teteh Ngeteh sempat membagi-bagikan sebuah resep milkshake sehat saat Bulan Ramadan kemarin. Milkshake ini sekarang cukup sering saya konsumsi sebagai nutrisi post-workout karena kandungan gizinya yang lengkap: kurma sebagai sumber pengganti glikogen, susu sebagai sumber protein, dan pisang sebagai sumber potasium. Resep versi aslinya bisa ditemukan di sini: [link].

Healthy Banana Oatmeal Date Milkshake

diajari

Bahan-bahan:
1 buah pisang (dapat menggunakan pisang ambon matang atau sunpride. tips : kalau mau milkshake-nya lebih creamy & ice cream-like, pisang tersebut bisa dikupas, dipotong-potong, lalu dibekukan dulu dalam freezer)
2 sendok makan oatmeal
5 buah kurma, buang bijinya
200 ml susu (dapat menggunakan susu kedelai, almond, atau UHT) —dingin lebih nikmat.
bubuk kayu manis secukupnya
Cara membuat:
  • Masukkan bahan-bahan ke dalam blender, lalu blend sampai lembut;
  • Tuangkan ke dalam gelas saji;
  • Taburkan sedikit bubuk kayu manis sebagai perasa (menurut artikel ini kayu manis juga dapat mengurangi kadar kolesterol lho);
  • Milkshake siap diminum. Resep ini cukup untuk 1 porsi gelas besar.

Namasté.

1minggu1 cerita

7 Comments

Leave a comment