Pedih-Pedih Dahulu

Sejak Bulan Juni kemarin, ada satu pembangunan berskala lumayan yang berlangsung di kota tempat saya tinggal, Bandung. Pembangunan fasilitas jalan berupa fly over di Jalan Terusan Jakarta, daerah Antapani ini rencananya akan memakan waktu beberapa bulan dan akan menghasilkan sebuah jalan layang yang diharapkan dapat mengurai kemacetan di Antapani.

Karena rutinitas mengharuskan saya untuk mengunjungi wilayah Antapani beberapa kali dalam seminggu, saya pun bisa menyaksikan langsung pembangunan ini–lengkap dengan dampaknya terhadap arus lalu lintas. Lebih lengkap lagi, karena saya juga rutin mengunjungi wilayah Pasir Impun–yang untuk menuju ke sana saya harus melewati Terminal Cicaheum (salah satu jalur alternatif untuk menuju Antapani)–artinya saya pun juga menyaksikan dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan tersebut di wilayah lain.

Untuk saya pribadi, tentu terjadi penyesuaian. Kini, untuk menuju ke daerah Antapani saya lebih sering mengandalkan transportasi berupa ojeg dari yang semula menggunakan mobil pribadi. Selain kulit yang menjadi lebih terekspos pada sinar matahari, perubahan ini–menurut saya–tidak terlalu memberatkan.

Untuk orang lain yang tinggal di daerah Antapani dan sekitarnya, mungkin terjadi perubahan yang lebih mendasar. Karena waktu yang dibutuhkan untuk berpindah tempat menjadi lebih lama, mungkin mereka harus rela bangun lebih pagi atau menyantap sarapan sambil berkendara–demi mendapat tambahan waktu sehingga tidak terlambat sampai di tempat tujuan.

Untuk mereka yang bekerja di sekitar Antapani, mungkin harus rela memilih jalan lain yang (bisa jadi) sedikit lebih jauh untuk menghindari kemacetan. Mungkin mereka juga harus banyak bertenggang rasa jika membuat janji pertemuan dengan orang lain–karena harus selalu siap mentoleransi keterlambatan.

Berenang-Renang ke Tepian

Konsep demikian memang sudah lazim kita temui. Untuk memperoleh suatu perubahan menjadi lebih baik, seringkali harus didahului dengan penyesuaian-penyesuaian yang pada awalnya terasa memberatkan. Dalam hal ini, untuk memperoleh flyover sepanjang 500 m yang diharapkan dapat mengurai kemacetan di Antapani, orang-orang harus rela menahan pedih selama beberapa bulan saat pembangunannya dilaksanakan.

Untuk memperoleh suatu perubahan menjadi lebih baik, seringkali harus didahului dengan penyesuaian-penyesuaian yang pada awalnya terasa memberatkan.

Konsep yang tidak asing inilah yang kita terapkan pada diri kita ketika memulai sebuah kebiasaan sehat.

Bahkan karena definisi ‘sehat’ itu sendiri begitu luas, maka ketika kita menjadikannya sebuah tujuan, kita harus rela untuk menahan beragam jenis kepedihan. Jika menginginkan pola makan yang sehat, kita harus rela menahan pedihnya meninggalkan berbagai makanan cepat saji, makanan manis, atau bahan-bahan makanan kimiawi yang sudah akrab dengan indra pengecap kita. Jika menginginkan kerja jantung yang sehat, kita harus pula rela menahan pedihnya memulai kebiasaan untuk berolah raga kardio–termasuk di dalamnya menguatkan otot-otot tubuh pendukung supaya pergerakan kita lebih efektif.

Begitu Pula dengan Yoga

pedih

Saat ini, mudah sekali seseorang menentukan goal yang ingin dicapai melalui yoga. Salah satu yang paling jamak adalah karena ingin menguasai pose advanced tertentu. Saya pun pernah mengalami fase ini, tentu karena asana yang bisa saya eksekusi dengan sempurna masih sangat terbatas hingga saat ini.

…saya mendapati diri saya sering merasa kecewa ketika mengikuti kelas yang bertema berbeda dengan pose yang ingin saya kuasai.

Ketika berada dalam fase ini, saya mendapati diri saya sering merasa kecewa ketika mengikuti kelas yang bertema berbeda dengan pose yang ingin saya kuasai. Ketika saya ingin sekali bisa melakukan Titibhasana, saya beberapa kali merasa kecewa ketika mengikuti kelas yang bertema twisting karena merasa kelas tersebut tidak sesuai dengan kemauan saya. Akhirnya saya pun jadi malas-malasan mengikutinya.

Butuh waktu cukup lama bagi saya untuk menyadari bahwa ini sungguh… sungguh-sungguh salah.

Karena asana bukan fly over dan tubuh kita bukan kemacetan, maka pendekatan dan penyelesaian masalahnya tentu tidak bisa sama-sama dengan cara yang direct. Tubuh kita memiliki karakter yang berbeda-beda dan tentunya punya kekuatan dan kelemahan yang juga berbeda-beda. Titibhasana memang termasuk dalam asana arm balances yang membutuhkan kekuatan tangan dan core, tapi bukan berarti latihan twisting tidak akan membantu saya dalam mengeksekusinya.

(Manfaat lengkap dari latihan twisting dapat dibaca lebih lanjut di sini: [link])

Untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik memang diperlukan pengorbanan–atau kerelaan berpedih-pedih. Namun ternyata–baik dalam hidup maupun dalam yoga–ada baiknya kita tidak memilih-milih pedih. Apapun kepedihannya, selama masih berada dalam judul ‘latihan’, pasti selalu ada manfaatnya–baik untuk tubuh maupun untuk diri kita seutuhnya. Mari menghargai setiap kepedihan dengan tidak berfokus hanya pada tujuan.

Namasté.

1minggu1 cerita

18 Comments

  1. *aku gagal fokus, malah bengong ngeliat gambarnya* berarti semuanya butuh keikhlasan, latihan juga musti pakai kekuatan heart dan trust ya supaya it works ke tubuh kita. *ngangguk-ngangguk*

    Like

  2. Ahhh yoga.
    Awalnya ikut yoga 3 tahun lalu juga ngerasa pedih, sakit2 badan, males. Tapi niat untuk sehat dan baik. Alhamdulillah badan lbh sehat, lentur, dan bisa jaga ketenangan jiwa hahaha.. Skrg kalau lama ga yoga, malah sakit2 badan.. Hehe setelah yoga itu lbh fokus dan tenang. Karena mengangkat badanmu sendiri itu tak semudah balikin telapak tangan. I love bakasana
    Kapan2 boleh ikut kelasny teh heheheee

    Namaste

    Like

  3. baru mulai rutin sun salutation tiap bangun tidur kemarin. badan pegel2 banget..tapi pegel2 sedap gitu. sudah tidak begitu ambisius mesti bisa ini itu tapi niatin rutin sun salutation aja dulu tiap pagi semangaaaat biar bisa kayak synta!

    Like

  4. pernah ikutan yoga, itupun cuma sekali gegara bujuk rayu temen, awalnya gak tertarik soalnya gerakannya gak mijah, ehh.. tau nya esoknya berasa encok sana-sini heuheu… semoga ada jodoh ikutan kelas teteh cantik ini.amiin.

    Like

  5. Aku belum pernah nyoba yoga… *malu* beurat ku perut -_-
    Olah raga saya selama ini cuma gymnastik (kadang-kadang). Itupun ampun ya..pedih banget..heuheu..
    Olah raga lainnya yang rutin yaitu, jalan kaki/lari sambil dorong stroller.
    Synta keren ih..fit banget…jadi semangat pengen berpedih-pedih juga biar sehat

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s